Oleh : Ananda Mustaqim
Jika seorang lelaki ingin menarik hati seorang wanita, biasanya yang ditebarkan adalah berjuta-juta kata
puitis
bin manis, penuh janji-janji untuk memikat hati, "Jika kau menjadi
istriku nanti, percayalah aku satu-satunya yang bisa membahagiakanmu,"
atau "Jika kau menjadi istriku nanti, hanya dirimu di hatiku" dan
"bla...bla...bla..." Sang wanita pun tersipu malu, hidungnya kembang
kempis, sambil menundukkan kepala,
"Aih...aih..., abang bisa aja." Onde mande, rancak bana !!!(halahh...berlebihaan kekekeke)
Lidah
yang biasanya kelu untuk berbicara saat bertemu gebetan, tiba-tiba jadi
luwes, kadang dibumbui 'ancaman' hanya karena keinginan untuk
mendapatkan doi seorang. Kalo ada yang coba-coba main mata ama si doi,
"Jangan macem-macem lu, gue punya nih!" Amboi... belum dinikahi kok udah
ngaku-ngaku miliknya dia ya? Lha, yang udah nikah aja ngerti kalo
pasangannya itu sebenarnya milik Allah SWT.
Emang iya sih, wanita
biasanya lebih terpikat dengan lelaki yang bisa menyakinkan dirinya
apabila ntar udah menikah bakal selalu sayang hingga ujung waktu, serta
bisa membimbingnya kelak kepada keridhoan Allah SWT. Bukan lelaki yang
janji-janji mulu, tanpa berbuat yang nyata, atau lelaki yang gak berani
mengajaknya menikah dengan 1001 alasan yang di buat-buat.
Kalo
lelaki yang datang serta mengucapkan janjinya itu adalah seseorang yang
emang kita kenal taat ibadah, akhlak serta budi pekertinya laksana
Rasulullah SAW atau Ali bin Abi Thalib r.a., ini sih gak perlu ditunda
jawabannya, cepet-cepet kepala dianggukkan, daripada diambil orang lain,
iya gak? Namun realita
yang terjadi, terkadang yang datang itu
justru tipe seperti Ramli, Si Raja Chatting, atau malah Arjuna, Si
Pencari Cinta, yang hanya mengumbar janji-janji palsu, lalu bagaimana
sang wanita bisa percaya dan yakin dengan janjinya?
Nah...
Berarti
masalahnya adalah bagaimana cara kita menjelaskan calon pasangan untuk
percaya dengan kita? Pusying... pusying... gimana caranya ya? Ih nyantai
aja, semua itu telah diatur dalam syariat Islam kok, karena caranya
bisa dengan proses ta'aruf. Apa sih yang harus dilakukan dalam ta'aruf?
Apa iya, seperti ucapan janji-janji seperti diatas?
Ta'aruf
sering diartikan 'perkenalan', kalau dihubungkan dengan pernikahan maka
ta'aruf adalah proses saling mengenal antara calon laki-laki dan
perempuan sebelum proses khitbah dan pernikahan. Karena itu perbincangan
dalam ta'aruf menjadi sesuatu
yang penting sebelum melangkah ke
proses berikutnya. Pada tahapan ini setiap calon pasangan dapat saling
mengukur diri, cocok gak ya dengan dirinya. Lalu, apa aja sih yang mesti
diungkapkan kepada sang calon saat ta'aruf?
1. Keadaan Keluarga
Jelasin
ke calon pasangan tentang anggota keluarga masing-masing, berapa jumlah
sodara, anak keberapa, gimana tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Bukan
apa-apa, siapa tahu dapat calon suami yang anak tunggal, bokap ama
nyokap kaya 7 turunan, sholat dan ibadahnya bagus banget, guanteng abis,
lagi kuliah di Jepang (ehm), pokoknya selangit deh! Kalo ketemu tipe
begini,
sebelum dia atau mediatornya selesai ngomong langsung kasih kode,
panggil ortu ke dalam bentar, lalu bilang "Abi, boljug tuh kaya' ginian
jangan dianggurin nih. Moga-moga gak lama lagi langsung dikhitbah ya Bi,
kan bisa diajak ke Jepang!" Lho? :D
2. Harapan dan Prinsip Hidup
Warna
kehidupan kelak ditentukan dengan visi misi suatu keluarga lho,
terutama sang suami karena ia adalah qowwan dalam suatu keluarga.
Sebagai pemimpin ia laksana nahkoda sebuah bahtera, mau jalannya lempeng
atau sradak-sruduk, itu adalah emahirannya
dalam memegang kemudi.
Karena itu setiap calon pasangan kudu tau harapan dan prinsip hidup
masing-masing. Misalnya nih, "Jika kau menjadi istriku nanti, harapanku
semoga kita semakin dekat kepada Allah" atau "Jika kau menjadi istriku
nanti, mari bersama mewujudkan keluarga sakinah, rahmah, mawaddah." Kalo
harapan dan janjinya seperti ini, kudu' diterima tuh, insya Allah
janjinya disaksikan Allah SWT dan para malaikat. Jadi kalo suatu saat
dia
gak nepatin janji, tinggal didoakan, "Ya Allah... suamiku omdo
nih, janjinya gak ditepatin, coba deh sekali-kali dianya...," hush...!
Gak boleh doakan suami yang gak baik lho, siapa tahu ia-nya khilaf kan?
3. Kesukaan dan Yang Tidak Disukai
Dari
awal sebaiknya dijelasin apa yang disukai, atau apa yang kurang
disukai, jadinya nanti pada saat telah menjalani kehidupan rumah tangga
bisa saling memahami, karena toh udah dijelaskan dari awalnya. Dalam
pelayaran bahtera rumah tangga butuh saling
pengertian, contoh
sederhananya, istri yang suka masakan pedas sekali-kali masaknya jangan
terlalu pedas, karena suaminya kurang suka. Suami yang emang hobinya
berantakin rumah karena lama jadi bujangan), setelah menikah mungkin
bisa belajar lebih rapi, dll. Semua ini menjadi lebih mudah dilakukan
karena telah
dijelaskan saat ta'aruf. Namun harus diingat, menikah
itu bukan untuk merubah pasangan lho, namun juga lantas bukan bersikap
seolah-olah belum menikah. Perubahan sikap dan kepribadian dalam tingkat
tertentu wajar aja-kan? Dan juga hendaknya perubahan yang terjadi
adalah natural, tidak saling memaksa.
4. Ketakwaan Calon Pasangan
Apa
yang terpenting pada saat ta'aruf? Yang mestinya menduduki prioritas
tertinggi adalah bagaimana nilai ketakwaan lelaki tersebut. Ketakwaan
disini adalah ketaatan kepada Allah SWT lho, bukan nilai 'KETAKutan
WAlimahAN' :D Karena apabila seorang lelaki senang, ia akan menghormati
istrinya, dan jika ia tidak
menyenanginya, ia tidak suka berbuat
zalim kepadanya. Gimana dong caranya untuk melihat lelaki itu bertakwa
atau tidak? Tanyakan kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya,
misalnya kerabat dekat, tetangga dekat, atau sahabatnya tentang
ketaatannya menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan
Islam dengan benar. Misalnya tentang sholat 5 waktu, puasa Ramadhan,
atau pula gimana sikapnya kepada tetangga
atau orang yang lebih tua,
dan lain-lain. Apalagi bila lelaki itu juga rajin melakukan ibadah
sunnah, wah... yang begini ini nih, 'calon suami kesayangan Allah dan
mertua.'
Inget lho, ta'aruf hanyalah proses mengenal, belum ada
ikatan untuk kelak pasti akan menikah, kecuali kalau sudah masuk proses
yang namanya khitbah. Nah kadang jadi 'penyakit' nih, karena alasan "Kan
masih mau ta'aruf dulu..." lalu ta'rufnya buanyak buanget, sana-sini
dita'arufin. Abis itu jadi bingung sendiri,
"Yang mana ya yang mau diajak nikah, kok sana-sini ada kurangnya?"
Wah...,
kalo nyari yang mulia seperti Khadijah, setaqwa Aisyah atau setabah
Fatimah Az-Zahra, pertanyaannya apakah diri ini pun sesempurna
Rasulullah SAW atau sesholeh Ali bin Abi Thalib r.a.?
Nah lho...!!!
Apabila
hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib, dan
segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah
kata-kata bijak, 'jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus
bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi
pahlawan?'
Ya akhi wa ukhti fillah,
Semoga antum segera
dipertemukan dengan pasangan hidup, dikumpulkan dalam kebaikan,
kebahagiaan, kemesraan, canda tawa yang tak putus-putusnya mengisi
rongga kehidupan rumah tangga. Kalaupun nanti ada air mata yang menetes,
semoga itu adalah air mata kebahagiaan, tanda kesyukuran kepada Allah
SWT karena Ia telah memberikan pasangan hidup yang selalu bersama
mengharap keridhoan-Nya, aamiin allahumma aamiin.
Barakallahulaka barakallahu'alaika wajama'a bainakuma
fii khairin.
Wallahu a'lam bishowab,
(www.anandamustaqim.blogspot.com)
Selasa, 25 Oktober 2011
Minggu, 09 Oktober 2011
PACARAN DALAM KACAMATA ISLAM
Sebuah
fitnah besar menimpa pemuda pemudi pada zaman sekarang. Mereka terbiasa
melakukan perbuatan yang dianggap wajar padahal termasuk maksiat di
sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”,
yaitu hubungan pranikah antara laki-laki dan perempuan yang bukan
mahrom. Biasanya hal ini dilakukan oleh sesama teman sekelas atau sesama
rekan kerja atau yang lainnya. Sangat disayangkan, perbuatan keji ini
telah menjamur di masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun
televisi banyak menayangkan sinetron tentang pacaran di sekolah maupun
di kantor. Tentu hal ini sangat merusak moral kaum muslimin. Namun,
anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak perempuannya memiliki
seorang pacar yang sering mengajak kencan. Ada juga yang melakukan
pacaran beralasan untuk ta’aruf (berkenalan). Padahal perbuatan
ini merupakan dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu, mengingat
perbuatan haram ini sudah begitu memasyarakat, kami memandang perlu
untuk membahasnya pada kesempatan ini.
Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh subhanahu wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina. Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!
Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (lakilaki dan perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam Islam.
Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. alBukhori: 1862, Muslim: 1338)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang lakilaki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemudapemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka hendak tampil beda dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegangpegangan. Masingmasing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh q serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembelembeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau lakilaki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanitawanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” …. (Q.S. anNur [24]: 3031)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (H.R. al-Bukhori: 5066)
Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.
Nasihat
Janganlah ikut-ikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua, jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab, atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. alAhzab [33]: 59)
Wallohu A’lam.
Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang larangan larangan Alloh subhanahu wa ta’ala. Fitnah ini bermula dari pandang memandang dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya, entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta, telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut dilarang dalam Islam karena merupakan jembatan dan sarana menuju perbuatan yang lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan, perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina. Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina, zinanya dengan memandang. Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan beranganangan sedangkan kemaluan yang membenarkan itu semua atau mendustakannya.” (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka ada yang melakukan zina secara hakiki dengan memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji yang haram. Ada yang zinanya secara majazi (kiasan) dengan memandang wanita yang haram, mendengar perbuatan zina dan perkara yang mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan tangan di mana tangannya meraba wanita yang bukan mahromnya atau menciumnya, atau kakinya melangkah untuk menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan pembicaraan yang haram dengan wanita yang bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini termasuk zina secara majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat menjaga pandangan mata mereka dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang diharamkan?!
Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’ supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami karakter masing-masing. Demi Alloh, tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-orang yang terbawa arus budaya Barat dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang namanya pacaran tentu tidak terlepas dari kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan ikhtilath (lakilaki dan perempuan bercampur baur tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal semua itu telah dilarang dalam Islam.
Perhatikanlah tentang larangan tersebut sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahromnya.” (H.R. alBukhori: 1862, Muslim: 1338)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan bercampur baur dengan wanita yang bukan mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar seorang wanita, seorang lakilaki tetap harus menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa bebas berbicara dan bercanda dengan wanita yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat, bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting, atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemudapemudi aktivis organisasi Islam—yang katanya punya semangat terhadap Islam—disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka miliki dan terpengaruh dengan budaya Barat yang sudah berkembang, mereka memunculkan istilah “pacaran islami” dalam pergaulan mereka. Mereka hendak tampil beda dengan pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling sentuhan, tidak ada pegangpegangan. Masingmasing menjaga diri. Kalaupun saling berbincang dan bertemu, yang menjadi pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan berdzikir kepada Alloh q serta mengingatkan tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembelembeli Islam ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka. Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat menjaga pandangan mata dari melihat yang haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah atau lakilaki ajnabi termasuk perbuatan yang diharamkan?! Camkanlah firman Alloh
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lakilaki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Dan katakanlah kepada wanitawanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka” …. (Q.S. anNur [24]: 3031)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (H.R. al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir dan batin diperintahkan agar segera menikah. Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena dengan menikah seseorang akan terjaga jiwa dan agamanya. Akan tetapi, jika memang belum mampu maka hendaklah berpuasa, bukan berpacaran. Rosululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (H.R. al-Bukhori: 5066)
Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk menikah.” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang. Itulah pernyataan dari Alloh subhanahu wa ta’ala yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup memberikan jaminan dari ancaman kehancuran moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi manusia untuk segera melaksanakan kewajiban suci itu.
Nasihat
Janganlah ikut-ikutan budaya Barat yang sedang marak ini. Sebagai orang tua, jangan biarkan putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran ini. Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab, atau malah memakai baju ketat yang membuat pria terfitnah dengan penampilannya. Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. alAhzab [33]: 59)
Wallohu A’lam.
Minggu, 02 Oktober 2011
sekedar Nulis
Cinta mungkin tidak akan berlangsung selamanya, tapi ia akan bertahan. Bertahan
begitu lama dan kuat, hingga kita tahu bahwa dia mengkhianati cinta kita.
begitu lama dan kuat, hingga kita tahu bahwa dia mengkhianati cinta kita.
Langganan:
Postingan (Atom)