Oleh : Ananda Mustaqim
Jika seorang lelaki ingin menarik hati seorang wanita, biasanya yang ditebarkan adalah berjuta-juta kata
puitis
bin manis, penuh janji-janji untuk memikat hati, "Jika kau menjadi
istriku nanti, percayalah aku satu-satunya yang bisa membahagiakanmu,"
atau "Jika kau menjadi istriku nanti, hanya dirimu di hatiku" dan
"bla...bla...bla..." Sang wanita pun tersipu malu, hidungnya kembang
kempis, sambil menundukkan kepala,
"Aih...aih..., abang bisa aja." Onde mande, rancak bana !!!(halahh...berlebihaan kekekeke)
Lidah
yang biasanya kelu untuk berbicara saat bertemu gebetan, tiba-tiba jadi
luwes, kadang dibumbui 'ancaman' hanya karena keinginan untuk
mendapatkan doi seorang. Kalo ada yang coba-coba main mata ama si doi,
"Jangan macem-macem lu, gue punya nih!" Amboi... belum dinikahi kok udah
ngaku-ngaku miliknya dia ya? Lha, yang udah nikah aja ngerti kalo
pasangannya itu sebenarnya milik Allah SWT.
Emang iya sih, wanita
biasanya lebih terpikat dengan lelaki yang bisa menyakinkan dirinya
apabila ntar udah menikah bakal selalu sayang hingga ujung waktu, serta
bisa membimbingnya kelak kepada keridhoan Allah SWT. Bukan lelaki yang
janji-janji mulu, tanpa berbuat yang nyata, atau lelaki yang gak berani
mengajaknya menikah dengan 1001 alasan yang di buat-buat.
Kalo
lelaki yang datang serta mengucapkan janjinya itu adalah seseorang yang
emang kita kenal taat ibadah, akhlak serta budi pekertinya laksana
Rasulullah SAW atau Ali bin Abi Thalib r.a., ini sih gak perlu ditunda
jawabannya, cepet-cepet kepala dianggukkan, daripada diambil orang lain,
iya gak? Namun realita
yang terjadi, terkadang yang datang itu
justru tipe seperti Ramli, Si Raja Chatting, atau malah Arjuna, Si
Pencari Cinta, yang hanya mengumbar janji-janji palsu, lalu bagaimana
sang wanita bisa percaya dan yakin dengan janjinya?
Nah...
Berarti
masalahnya adalah bagaimana cara kita menjelaskan calon pasangan untuk
percaya dengan kita? Pusying... pusying... gimana caranya ya? Ih nyantai
aja, semua itu telah diatur dalam syariat Islam kok, karena caranya
bisa dengan proses ta'aruf. Apa sih yang harus dilakukan dalam ta'aruf?
Apa iya, seperti ucapan janji-janji seperti diatas?
Ta'aruf
sering diartikan 'perkenalan', kalau dihubungkan dengan pernikahan maka
ta'aruf adalah proses saling mengenal antara calon laki-laki dan
perempuan sebelum proses khitbah dan pernikahan. Karena itu perbincangan
dalam ta'aruf menjadi sesuatu
yang penting sebelum melangkah ke
proses berikutnya. Pada tahapan ini setiap calon pasangan dapat saling
mengukur diri, cocok gak ya dengan dirinya. Lalu, apa aja sih yang mesti
diungkapkan kepada sang calon saat ta'aruf?
1. Keadaan Keluarga
Jelasin
ke calon pasangan tentang anggota keluarga masing-masing, berapa jumlah
sodara, anak keberapa, gimana tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Bukan
apa-apa, siapa tahu dapat calon suami yang anak tunggal, bokap ama
nyokap kaya 7 turunan, sholat dan ibadahnya bagus banget, guanteng abis,
lagi kuliah di Jepang (ehm), pokoknya selangit deh! Kalo ketemu tipe
begini,
sebelum dia atau mediatornya selesai ngomong langsung kasih kode,
panggil ortu ke dalam bentar, lalu bilang "Abi, boljug tuh kaya' ginian
jangan dianggurin nih. Moga-moga gak lama lagi langsung dikhitbah ya Bi,
kan bisa diajak ke Jepang!" Lho? :D
2. Harapan dan Prinsip Hidup
Warna
kehidupan kelak ditentukan dengan visi misi suatu keluarga lho,
terutama sang suami karena ia adalah qowwan dalam suatu keluarga.
Sebagai pemimpin ia laksana nahkoda sebuah bahtera, mau jalannya lempeng
atau sradak-sruduk, itu adalah emahirannya
dalam memegang kemudi.
Karena itu setiap calon pasangan kudu tau harapan dan prinsip hidup
masing-masing. Misalnya nih, "Jika kau menjadi istriku nanti, harapanku
semoga kita semakin dekat kepada Allah" atau "Jika kau menjadi istriku
nanti, mari bersama mewujudkan keluarga sakinah, rahmah, mawaddah." Kalo
harapan dan janjinya seperti ini, kudu' diterima tuh, insya Allah
janjinya disaksikan Allah SWT dan para malaikat. Jadi kalo suatu saat
dia
gak nepatin janji, tinggal didoakan, "Ya Allah... suamiku omdo
nih, janjinya gak ditepatin, coba deh sekali-kali dianya...," hush...!
Gak boleh doakan suami yang gak baik lho, siapa tahu ia-nya khilaf kan?
3. Kesukaan dan Yang Tidak Disukai
Dari
awal sebaiknya dijelasin apa yang disukai, atau apa yang kurang
disukai, jadinya nanti pada saat telah menjalani kehidupan rumah tangga
bisa saling memahami, karena toh udah dijelaskan dari awalnya. Dalam
pelayaran bahtera rumah tangga butuh saling
pengertian, contoh
sederhananya, istri yang suka masakan pedas sekali-kali masaknya jangan
terlalu pedas, karena suaminya kurang suka. Suami yang emang hobinya
berantakin rumah karena lama jadi bujangan), setelah menikah mungkin
bisa belajar lebih rapi, dll. Semua ini menjadi lebih mudah dilakukan
karena telah
dijelaskan saat ta'aruf. Namun harus diingat, menikah
itu bukan untuk merubah pasangan lho, namun juga lantas bukan bersikap
seolah-olah belum menikah. Perubahan sikap dan kepribadian dalam tingkat
tertentu wajar aja-kan? Dan juga hendaknya perubahan yang terjadi
adalah natural, tidak saling memaksa.
4. Ketakwaan Calon Pasangan
Apa
yang terpenting pada saat ta'aruf? Yang mestinya menduduki prioritas
tertinggi adalah bagaimana nilai ketakwaan lelaki tersebut. Ketakwaan
disini adalah ketaatan kepada Allah SWT lho, bukan nilai 'KETAKutan
WAlimahAN' :D Karena apabila seorang lelaki senang, ia akan menghormati
istrinya, dan jika ia tidak
menyenanginya, ia tidak suka berbuat
zalim kepadanya. Gimana dong caranya untuk melihat lelaki itu bertakwa
atau tidak? Tanyakan kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya,
misalnya kerabat dekat, tetangga dekat, atau sahabatnya tentang
ketaatannya menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan
Islam dengan benar. Misalnya tentang sholat 5 waktu, puasa Ramadhan,
atau pula gimana sikapnya kepada tetangga
atau orang yang lebih tua,
dan lain-lain. Apalagi bila lelaki itu juga rajin melakukan ibadah
sunnah, wah... yang begini ini nih, 'calon suami kesayangan Allah dan
mertua.'
Inget lho, ta'aruf hanyalah proses mengenal, belum ada
ikatan untuk kelak pasti akan menikah, kecuali kalau sudah masuk proses
yang namanya khitbah. Nah kadang jadi 'penyakit' nih, karena alasan "Kan
masih mau ta'aruf dulu..." lalu ta'rufnya buanyak buanget, sana-sini
dita'arufin. Abis itu jadi bingung sendiri,
"Yang mana ya yang mau diajak nikah, kok sana-sini ada kurangnya?"
Wah...,
kalo nyari yang mulia seperti Khadijah, setaqwa Aisyah atau setabah
Fatimah Az-Zahra, pertanyaannya apakah diri ini pun sesempurna
Rasulullah SAW atau sesholeh Ali bin Abi Thalib r.a.?
Nah lho...!!!
Apabila
hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib, dan
segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah
kata-kata bijak, 'jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus
bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi
pahlawan?'
Ya akhi wa ukhti fillah,
Semoga antum segera
dipertemukan dengan pasangan hidup, dikumpulkan dalam kebaikan,
kebahagiaan, kemesraan, canda tawa yang tak putus-putusnya mengisi
rongga kehidupan rumah tangga. Kalaupun nanti ada air mata yang menetes,
semoga itu adalah air mata kebahagiaan, tanda kesyukuran kepada Allah
SWT karena Ia telah memberikan pasangan hidup yang selalu bersama
mengharap keridhoan-Nya, aamiin allahumma aamiin.
Barakallahulaka barakallahu'alaika wajama'a bainakuma
fii khairin.
Wallahu a'lam bishowab,
(www.anandamustaqim.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar